Bangsa Indonesia sangatlah menjungjung tinggi nilai
moral dan keagamaan. Hal tersebut tercermin dalam sikap, adat – istiadat, dan
budaya bangsa Indonesia yang lebih
dikenal dengan semboyan “gemah ripah repeh rapih”. Sebagaimana Hidayat dalam
(Teguh, 2011 :1) mengatakan Nilai – nilai luhur inipun dikehendaki menjadi
motivasi spiritual bagi bangsa ini dalam rangka melaksanakan sila – sila
lainnya dalam pancasila.
Namun dalam realitanya dewasa ini terdapat sesuatu
yang memprihatinkan dalam dunia pendidikan di Indonesia. seolah – olah nilai –
nilai luhur di atas telah digadaikan oleh penerima pendidikan dengan sesuatu
hal yang membawa kepada kehancuran, hal ini sesuai dengan pendapat Teguh (2011,
1) yang menyebutkan bahwa salah satu diantaranya adalah masih banyak anak
didik dan output pendidikan di Indonesia yang belum mencerminkan kepribadian
yang bermoral, seperti tawuran antar pelajar, penyalahgunaan obat – obatan
terlarang, pelecehan seksual, pergaulan bebas, dan banyak lainnya.
Ironis memang betapa tujuan pendidikan yang sungguh
luhur dirusak oleh para pelaku yang tidak bertanggungjawab. Namun sebenarnya
apa penyebab utama degradasi moral dan
keagamaan bangsa Indonesia. Angga (2011, 1) mengatakan kemajuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menghancurkan moral atau
akhlak manusia. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor utama degradasi moral dan keagamaan bangsa
Indonesia.
Era digital telah menciptakan dan melahirkan
kemajuan yang sangat luar biasa di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan.
Dimulai dari hadirnya alat hitung, computer dan kemudian berkembang ke segala
lini hingga merambah ke dunia penerbangan dan luar angkasa, serta perubahan
tersebut terjadi secara luar biasa drastis terjadi dihampir semua sektor. Namun
perkembangan yang begitu pesat dari dunia Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK) ini terlampau jauh, penyeimbang IPTEK yakni Iman dan Taqwa (IMTAQ)
diabaikan sehingga tidak bias saling melengkapi.
Perkembangan iptek yang semakin maju seakan membunuh
imtaq, apalagi sumber daya manusia Muslim masih sangat minim dalam menghadapi serangan iptek terhadap imtaq,
sudah seharusnya menjadi tanggung jawab bersama untuk menyeimbangkan iptek dan
imtaq.
Di dalam Dunia pendidikan Indonesia, iptek dan imtaq
terlampau dipisah pisahkan, sebagaimana Ari Ginanajar (2007) mengatakan “ …
yang mengalami keresahan akibat sistem pendidikan yang memisahkan tiga potensi
kecerdasan manusia dan terlalu menekankan intelektualitas dan akademis”.
Melihat hal tersebut dunia pendidikan berada pada posisi yang sangat riskan
melihat masalah yang ada, oleh karena itu diperlukan solusi cerdas yang dapat
mengatasi permasalahan ini.