Rabu, 07 Maret 2012

sungguh mulia tujuan pendidikan dimanapun


The United States Office of Education  pada tahun 1918 (dalam Hernawan, 2009; 2.6) telah mencanangkan tujuan pendidikan melalui Seven Cardinal Principles yang memuat hal-hal berikut :
1.      Health; sekolah diwajibkan mempertinggi taraf kesehatan murid-murid.
2.  Command of fundamental processes; mengacu pada penguasaan kecakapan pokok yang fundamental.
3.      Worthy home membership; sekolah dituntut untuk mendidik ana-anak menjadi anggota keluarga yang berharga sehingga berguna bagi masyarakat.
4.      Vocational efficiency; mengacu pada efisiansi dalam pekerjaan.
5.      Citizenship; mengompakan bangsa-bangsa.
6.      Worthy use of leisure; berdisiplin dalam waktu.
7.      Satisfaction of religious needs; pemuasan kehidupan keagamaan.

 Tujuan pendidikan di Indonesia yang diwujudkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional seperti yang tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

ironi, moral pendidikan bangsa Indonesia!!!

Bangsa Indonesia sangatlah menjungjung tinggi nilai moral dan keagamaan. Hal tersebut tercermin dalam sikap, adat – istiadat, dan budaya bangsa Indonesia yang  lebih dikenal dengan semboyan “gemah ripah repeh rapih”. Sebagaimana Hidayat dalam (Teguh, 2011 :1) mengatakan Nilai – nilai luhur inipun dikehendaki menjadi motivasi spiritual bagi bangsa ini dalam rangka melaksanakan sila – sila lainnya dalam pancasila.
Namun dalam realitanya dewasa ini terdapat sesuatu yang memprihatinkan dalam dunia pendidikan di Indonesia. seolah – olah nilai – nilai luhur di atas telah digadaikan oleh penerima pendidikan dengan sesuatu hal yang membawa kepada kehancuran, hal ini sesuai dengan pendapat Teguh (2011, 1) yang  menyebutkan bahwa salah  satu diantaranya adalah masih banyak anak didik dan output pendidikan di Indonesia yang belum mencerminkan kepribadian yang bermoral, seperti tawuran antar pelajar, penyalahgunaan obat – obatan terlarang, pelecehan seksual, pergaulan bebas, dan banyak lainnya.
Ironis memang betapa tujuan pendidikan yang sungguh luhur dirusak oleh para pelaku yang tidak bertanggungjawab. Namun sebenarnya apa penyebab utama degradasi moral  dan keagamaan bangsa Indonesia. Angga (2011, 1) mengatakan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menghancurkan moral atau akhlak manusia. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor  utama degradasi moral dan keagamaan bangsa Indonesia.
Era digital telah menciptakan dan melahirkan kemajuan yang sangat luar biasa di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan. Dimulai dari hadirnya alat hitung, computer dan kemudian berkembang ke segala lini hingga merambah ke dunia penerbangan dan luar angkasa, serta perubahan tersebut terjadi secara luar biasa drastis terjadi dihampir semua sektor. Namun perkembangan yang begitu pesat dari dunia Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) ini terlampau jauh, penyeimbang IPTEK yakni Iman dan Taqwa (IMTAQ) diabaikan sehingga tidak bias saling melengkapi.
Perkembangan iptek yang semakin maju seakan membunuh imtaq, apalagi sumber daya manusia Muslim masih sangat minim dalam  menghadapi serangan iptek terhadap imtaq, sudah seharusnya menjadi tanggung jawab bersama untuk menyeimbangkan iptek dan imtaq.
Di dalam Dunia pendidikan Indonesia, iptek dan imtaq terlampau dipisah pisahkan, sebagaimana Ari Ginanajar (2007) mengatakan “ … yang mengalami keresahan akibat sistem pendidikan yang memisahkan tiga potensi kecerdasan manusia dan terlalu menekankan intelektualitas dan akademis”. Melihat hal tersebut dunia pendidikan berada pada posisi yang sangat riskan melihat masalah yang ada, oleh karena itu diperlukan solusi cerdas yang dapat mengatasi permasalahan ini.